Postingan kami?

Rintihan Senja


Hujan yang turun membasahi bumi tak mampu menyirami hati ku, sejenak aku berfikir tentang rasa sakit dimana kekasihku pergi dan tak pernah melihat kembali pada kekasih yang dulu dia puji dan sayangi.
Aku menyusuri jalan ke rumahku, karna di turunkan kekasihku radit, kami bertengkar hebat karena radit selingkuh lagi, sebuah mobil berlari kencang dan menyipratkan debur air hujan ke tubuhku menambah dingin jiwaku meresapi ke sendi-sendinya. banyak mata memandang ke mana aku bergerak.
Di malam ini radit berkali-kali telepon, tak ku gubris, sms entah sudah berapa banyak, aku membuka jendela kamarku dan merasakan hembusaan dingin menyeruak di tubuhku, menatap langit dimana bulan di tutupi awan.
Aku melangkah di depan laptopku.. beberapa kali aku membolak-balik beranda fesbuk radit, tentang rasa kecewa dan segala sumpah serapahnya padaku. Aku menarik napas panjang menutup laptopku. detak arah jam menyusuri nadiku, aku ingin terpejam, namun pikiranku kalut.
Aku meraih jaket dan melajukan motorku menuju rumah radit, dengan beberapa bunga untuk radit, aku harap bunga ini bisa menjadi awal yang baik untuk memulai kembali hubungan kami yang berantakan, udara malam ini sungguh dingin sekali
Aku berdiri di pintu dan masuk tanpa permisi, aku kaget dan tak tahu entah harus bagaimana, Radit sedang bermesraan di sofa dengan selingkuhannya tanpa menyadari keberadaanku. Aku melemparkan bunga mengenai radit, membuatnya terhenti sesaat dan menatapku penuh keheningan. Aku berdiri terpaku menatap mereka tak bersuara, kaki ku bergetar lemah, dan berbalik menyusuri jalan-jalan jakarta yang penuh keramaian kota, aku memakirkan motorku di sebuah cafe, tertunduk terdiam tak tahu arah, pada sebuah kursi. Pelayan yang datang menawarkan kopi hangat tak ku hiraukan.
Beberapa jam kemudian datanglah seorang pria dengan dua buah kopi di tangan dan duduk di sampingku tanpa permisi. Aku sungguh tak menghiraukannya. ia ikut berdiam di tempat duduk ku untuk beberapa jam.
“maaf saya memang tak mengenal mu, dan bukan maksud mengganggu kesendirianmu ini, sepertinya kamu begitu banyak tekanan.” pria ini berkata seakan dia tahu apa gejolak yang berkecamuk di hatiku.
“eh, bawel banget, jangan sok kenal” jawabku singkat memalingkan wajahku.
Untuk beberapa saat kami kembali terdiam, tanpa suara dan aku benci sekali rasanya ku ingin beranjak dari sini, namun tak ada pilihan bagiku, aku hilang arah.
Pria di sampingku bangkit dan pergi menghilang di gelap malam, aku meraih segelas kopi yang di tinggalkan dan meminumnya menghangatkan suasana hatiku yang kacau. Jam terus berdetak menyusuri alunan lagu-lagu melody.. di sini rasanya sepi sekali, lama aku merenung.. di luar hujan turun dengan derasnya..
Aku bangkit dan berjalan menyusuri jalan kota.. aku biarkan hujan menerpaku, tubuhku basah kuyup, Sebuah mobil hampir saja menabrak ku. Tanpa terasa aku sudah sampai di depan rumahku, aku membuka pintu berjalan tanpa semangat. di sini sepi sekali, orang tua yang sibuk kerja tanpa memperdulikan anaknya, aku merebahkan tubuhku di sofa.. termenung lama.
Esok di Kampus
aku hampir saja menabrak seorang yang baru turun dari bis.
“kamu, kalo jalan hati-hati dunk” suara seorang pria, saat aku menengok ternyata dia pria semalam.
Di bangku kantin
“aku jimi, kamu siapa?, kamu orang yang semalam kan” tanya jimi
ia, aku putri, maaf yang tadi ya, ga sengaja” jawabku sambil mengulurkan tanganku, kami bicara panjang lebar ternyata jimi satu kuliah dengan ku.
“eh, nanti malam mau temani aku?” jimi menatapku
“kemana jimi, tapi jangan lama” jawab ku singkat.
Dari pertemuan itu aku dan jimi semakin mesra, dan sepertinya aku juga mencintainya karena perhatiannya itu, membuatku sejenak mampu melupakan radit, Walau memang kadang aku melihat jimi seperti aku melihat radit saja, namun ku coba menepis bayangan radit dan memeluk mesra jimi.
Suatu malam hujan deras, petir menyambar sana sini, aku berjalan menyusuri jalan bersama kekasihku jimi, memang ini yang ku mau, aku sengaja meminta pada jimi untuk meninggalkan motornya di jalan dan menemaniku jalan karena pikiranku kacau sekali, sangat kacau. Mulai dari tugas skripsi yang di tolak, sahabat ku yang mengerjaiku di fb dengan menghack fbku dan membuat status yang tak pantas, gila memang.
Dari depan, gerombolan motor di iringi radit dengan bunga di tangan. “sayang maaf ya, ini bunga untuk mu, ini siapa? Teman mu ya?” radit terlihat aneh, sepertinya ia mabuk, sementara teman-temannya menyeringai, tanda tidak baik. Hening beberapa saat sampai radit mengulurkan tangan ke jimi, saat jimi membalas uluran tangan radit.
entah kenapa radit langsung menusukan sebuah benda ke perut jimi, dan jimi terhenyak kaget termasuk diriku, sementara radit dan teman-temannya tertawa dan kabur.
Di sini hening sekali, sudah hampir 9 jam aku menunggu jimi di operasi. aku berjalan mondar-mandir tak tentu, menanti kabar dari dokter yang menangani jimi.
Akhirnya pintu di buka dan para dokter keluar dengan keringat yang mendera.
“dok, gimana keadaan pacar saya dokter?” aku berlari menanyakan kondisi jimi. “kita liat saja, semoga saja berhasil, jimi kekurangan darah, kami sudah berusaha, sekarang ia koma, hanya keajaiban tuhan yang dapat mengembalikan nyawa pacar anda, berdoa saja nona, pisau itu menembus salah satu ginjal membuatnya tak berfungsi, kalau ada donor yang tepat mungkin nyawanya bisa di selaaamatkan” dokter memegang pundakku, menghapus keringatnya dan berlalu.
Aku terkulai lemah, beberapa saat kemudian aku di izinkan masuk. Dua buah selang menjalar di hidung jimi, matanya tertutup, bibirnya kering, dekat perutnya sebuah bekas operasi yang di tutupi kain kasa.
“jimi bangun, apa kamu bisa mendengarku, jangan tinggalin aku jimi, kamu mau kan, sekali lagi mengandeng tanganku dan menyusuuri jalan itu di bawah teriakan hujan, kamu ingat kan di sana pertama kali kamu peluk tubuhku dan kau nyatakan ayat-ayat cintamu yang membuat dadaku bergetar hebat karna gembiranya aku, dan skarang kamu mau pergi meninggalkan aku begitu saja. bangun jimi” aku berteriak sekali pun aku tahu tidak akan ada hasil
Aku menunggu jimi dan berkali-kali aku memanggil dokter untuk menanyakan keadaan jimi, aku menawarkan ginjalku, ternyata tidak cocok, itu membuatku makin terpuruk, sampai suatu malam, aku tertidur di pnggir ranjang jimi, seperti sebuah tangan memeluk ku erat, saat aku menoleh ternyata itu jimi
“jika aku pergi jagalah cinta yang pernah ku beri, kita hidup dan akan mati, namun cinta biarkan hidup di sini di hatimu, kamu telah mengajarkan aku banyak hal, tahukah kamu malam itu, di bawah siraman hujan aku datang dan ingin menghiburmu karena aku tahu kamu telah sakit hati karena pria, tapi aku tak berhasil, sampai pada akhirnya cinta yang bikin kita satu, aku tak ingin pergi tapi aku juga tak punya pilihan, sekarang aku akan pergi dengan senyum termanis, jagan ada tangis untuk ku.”
Aku tergoncang dan memanggil nama jimi, sebuah tangan menggoyang tubuhku hebat, saat aku membuka mata seorang suster dan beberapa dokter memeriksa keadaan jimi. Mereka menatapku dan hening sekali, sampai salah seorang datang dan menggelengkan kepala, dan mencengkram pundak ku kuat skali dan mereka keluar meninggalkan ruangan.
“maaf kami sudah berusaha” sebuah bisikin yang menghadirkan segalanya tentang kondisi jimi.
Aku menghadiri pemakaman jimi dan melemparkan bunga dengan kesedihan mendalam, aku melangkah tanpa tenaga, mobil pun berlari mengiringi duka ku di keabadian bersama tubuh jimi yang hancur di makan rayap.
2 minggu kemudian
aku menjadi saksi penusukan yang di lakukan radit dan teman-temannya, sebelum di ekskusi mati Radit berkali-kali ingin membunuhku. Aku tak mngerti kenpa smua yang indah bagiku hilang, tinggal lah aku bersama bayangan jimi. Radit di setiap mimpi panjangku bersama siraman derai air hujan, “apa aku tak pantas bahagia tuhan?, apa salahku” aku berdoa di tengah indahnya malam, sunyi sepi, tanpa cahaya sampai pagi menjelang.
Aku ingin hilang ingatan.

1 comment: Leave Your Comments