Postingan kami?

Kakak, Aku Cinta Kamu



Kakak, Aku Cinta Kamu
      
Sekolah ini menjadi saksi cerita indahku dengannya. Gedung megah ini menyaksikan betul bagaimana tegur sapa kami, dan perjuanganku yang berusaha menggapai cintanya, dan gedung ini pula melihat benar saat bagaimana hati yang telah patah karena kekasih terdahulu ini mencari cinta sejatinya, hingga akhirnya gedung inipun menggetahui pasti bagaimana aku mencintainya dalam diam, dan dia mencintaiku dalam sunyi.
Sebenarnya sulit untuk menggambarkan betul bagaimana kisah kami. Ah, ini terlalu bodoh. Aku harus mengingat lagi hal yang menyakitkan disaat aku; seorang lelaki yang hanya bisa memendam perasaannya. Tidak! Ini bukan karena aku seorang pengecut. Hanya saja inilah upayaku tahu diri. Karena dia bukan milikku; sekalipun aku merasakan ada getar cinta antara kita. Dan bukan juga karena aku tidak berupaya mencari cinta yang lain saja. Namun percobaanku hanya membuat orang lain tersakiti. Entahlah, dia benar-benar membuatku mencintainya.
Inilah aku, Ramdani, biasa dipanggil Dani. Pelajar kelas 1 jurusan Marketing di SMKN 1 Kota Serang, di Negeri Madani, ibukota Banten. Aku anak yang lumayan terkenal disekolah, selain karena kegiatan OSIS, aku juga dikenal sebagai anak yang pintar karena aku adalah salah satu siswa berprestasi yang diberi beasiswa oleh sekolah. Namun semua itu tidak membuatku mudah untuk menemukan cinta layaknya mereka. Karena sejak awal kedatanganku, aku benar-benar sudah jatuh hati padanya. Hingga tanpa kusadari, sepenuh hati ini telah dicuri olehnya. Aku mencintai dia.
Nabila
Itu nama yang sedang kuperbincangkan kini. Aku mengenalnya, atau lebih tepatnya aku mulai menggetahuinya sejak pertama kali aku masuk sekolahku ini, dia adalah Seniorku yang menjadi panitia saat masa orientasi disekolahku kala itu. Mungkin dia tidak secantik mahasiswa lain, bukan karena dia tidak cantik, namun memang ada banyak yang lebih cantik darinya, dia terlihat begitu galak saat itu, awalnya kukira dia tipekal perempuan jutek. Namun, dia punya nilai lebih dimataku karena meskipun ia begitu beringas kepada peserta MOS lain, namun tidak ketika ia berhadapan denganku, aku seakan menjadi sosok yang didiskriminasikan, sikapnya padaku begitu lembut. Dia begitu memperhatikanku. Hanya aku, tidak dengan yang lain.
Masa orientasipun selesai, jujur hal pertama yang kusedihkan ketika menggetahui masa orientasi telah usai adalah aku tak dapat lagi memandangi dia, Kak Nabila. Dan sejak saat itu juga aku mulai sadar aku menyukainya, namun sebagai seorang junior aku tak cukup berani untuk mendekatinya, aku hanya mendekatinya, atau mungkin ingin terus mengenalnya dengan mencari asal-usul serta apapun tentangnya melalu jejaring social seperti facebook atau twitter. Di dunia maya pun dia masih memukau dengan foto profil yang menawan. Baru kuketahui juga dia adalah seorang model. Ah, aku semakin mengaguminya. Aku mulai sering menyapanya lewat jejaring social, bahkan pada akhirnya aku berhasil mendapat nomor teleponnya. Rasanya aku semakin merasakan nada-nada cinta bermelodi deras dalam hati ini.
Aku mulai mengenalnya. Mulai lebih jauh mengenalnya, mulai menggetahui asal-usulnya, kebiasaannya, kesukaannya, hal yang ia tak sukai, dan siapa saja teman-temannya. Sesekali pertemuan kita terjadi di sekolah, kau menyapaku dan dengan sedikit tersipu aku ikut menyapamu; sekalipun disekeliling kita ada teman-temanku dan teman-temanmu. Aku senang dengan keadaan ini, meski seringkali kami diejek oleh teman-teman kami, namun pada akhirnya aku mulai mengenal dan berteman dengan teman-temanmu, dan kaupun begitu; mulai dikenal teman-temanku. Kau mampu memberi perhatian terbesar padaku, memberi semangat padaku, layaknya seorang kakak sungguhan bagiku. Kau mampu memberikan senyum terlebarmu untukku, sapa yang membuatku tersipu, pujian yang membuatku malu, dan banyak lagi. Ah, rasanya aku ingin terus seperti ini.
Aku terlalu menikmati keadaan sampai akhirnya lupa diri. Aku mulai membuat kesalahanku sendiri; mencintaimu. Aku menikmati betul senyummu yang selalu hadir dalam hari-hariku disekolah, perhatianmu di sms, dan semua kata-katamu yang selalu menjadi penyemangat bagiku. Aku mulai merasa aku ingin selalu ada didekatmu----menikmati momen indah ini bersama. Aku mulai tak tahu diri, aku bukan lagi mencintaimu sebagai seorang kakak, kini aku mencintaimu sebagai seorang perempuan. Aku terjebak dalam situasi rumit ini, sulit rasanya tuk membohongi diri sendiri.
Jika aku sudah benar-benar mencintaimu, takkan salah bukan jika aku menginginkanmu untuk menjadi seorang untuk kupanggil ‘sayang’? Mungkin tak ada satupun yang menggetahuinya karena yang mereka tau aku adalah aku sebagai adik, bukan lebih. Namun aku tak dapat membendung perasaan ini. Sikapmu benar-benar menenggelamkanku dalam kolam kebahagiaan hingga aku mulai tak tahu diri.
Oh Tuhan, aku masih bingung menebak mengapa aku begini? Salahkah bila aku cinta? Bukankah cinta adalah anugerah-Mu? Ah, ini menyakitkan. Apakah kau menggetahui ini, Kak?
Berhenti perbincangkan perasaanku padanya, cobalah sedikit menerka apa yang dia rasakan. Aku rasa dia benar-benar menganggapku sebagai adiknya yang ia sayangi, adik kecilnya yang harus disemangati dan diperhatikan. Awalnya aku mengira dia yang lebih dulu mencintai, dia yang lebih dulu merasakan ini. Namun semua seakan pupus saat kau menceritakan kau sudah punya seorang kekasih, yang juga kau sayangi.
Aku mulai mencari tahu siapa orang yang kau cintai itu, sampai akhirnya aku menemukannya. Ternyata akupun mengenalnya, dia adalah teman dari sahabatku. Entahlah, menggetahui keadaan ini membuatku perih, lantas apakah arti perhatianmu selama ini, Kak? Mungkin sekarang gedung sekolah ini sedang menggelengkan kepalanya mengasihaniku.
Sebelumnya, aku mengalami hal yang sama; patah hati. Namun kali ini kasusnya berbeda, jika pada sebelumnya aku patah hati karena kekasihku yang menyelingkuhiku, maka kali ini aku patah hati disaat aku mengharapkan kehadiran cinta yang dapat meleburkan lara ini menjadi senyuman terlebar. Namun, apa daya.. Pengharapanku hanya berujung sesal. Tapi tak sedikitpun sesal ku ini adalah salahmu. Sejujurnya memang ini kesalahanku sendiri-----membiarkan hatiku mencintaimu.
Ini menjadi hal yang berat bagiku, saat aku harus bertemu dengan orang yang kusayang namun tak menyayangiku. Mungkin kakak tersayangku itu tak menyadarinya---bahwa aku memiliki perasaan besar padanya. Tanpa sadar kau senyumi aku, tanpa sadar kau belai rambutku, tanpa sadar kau lontarkan kata lembut untukku, menyemangatiku, menanyakan keadaanku, dan banyak lagi yang telah kau lakukan. Tahukah engkau, Kak? Semua itu telah menyeretku untuk terjatuh pada hatimu.
Entah apa yang berbeda denganmu kini, tiba-tiba kau lebih banyak membicarakan tentang kekasihmu, menceritakan momenmu dengannya, dan dengan penuh keceriaan kau ceritakan kalau kau begitu menyayanginya. Apakah kau tahu kak, setiap kata-kata yang kau untaikan untuk menceritakan kekasihmu itu begitu menyayat bagi adikmu ini?
Hampir sejak hari itu----semenjak aku mulai banyak bertanya tentang kekasihmu, kau mulai berubah, topikmu kini hanya berisi tentang kekasihmu saja. Namun, aku tetap  bertahan. Aku tetap menjadi pendengar yang baik untukmu, aku tetap merespon dengan ceria setiap ocehanmu kala membicarakannya. Bahkan, aku membantumu untuk memilihkan hadiah untuk kekasihmu itu.
Hingga semua yang terjadi membuatku tersadar akan suatu hal, hingga jeri-jeri sakit ini meneriakkan lelahnya, hingga hati yang semula bercahaya ini meredupkan sinarnya. Senyum kebahagiaan kinipun hanya menjadi air mata kesedihan. Aku mencoba menghapuskan bayangmu, aku mencoba menghindarimu, atau tidak menghubungimu, setidaknya untuk sementara waktu sampai hati ini bisa meniadakan namamu untuk dinyanyikannya.
Namun, tidak menghubungimu tak berarti tak memperhatikanmu, aku masih tetap tahu seluruh kegiatanmu, Kak. Mulai dari stalking timeline Twittermu, status Facebookmu, dan jejaring lainnya. Terlihat jelas kau sedang ‘galau’ yang menjadi tren anak muda masa kini. Entah apa yang kau perdebatkan dalam kegalauanmu di jejaring-jejaring milikmu itu, kau seperti sedang kehilangan seseorang. Mungkinkah aku? Ah, mungkin itu hanya kekasihmu yang belum sempat menghubungimu.
Aku mulai terbiasa dengan hari-hariku, aku mulai terbiasa dengan kesibukkan dan kegiatanku, hanya ada satu yang tak dapat kulepas dari pikiranku ini; namamu. Namamu masih bermunculan dalam khayal imajinasiku. Tak henti aku menjadi mata-mata di jejaring-jejaring sosialmu. Hingga di sela-sela kesibukanku aku kembali mengingatmu, mengenangmu…. Dan merindukanmu. Aku kembali lagi mengingat saat-saat terindah bagi kita. Ah, rasanya aku ingin kembali ke momen itu.
Pesan singkat darimu terus bermunculan menggetarkan ponselku, direct message di twitter juga bersiul deras bermunculan, dan message di facebook menyajikan pesan-pesanmu yang terlihat ingin sekali aku membalasnya. Tak jarang kita bertemu sekilas, kau menyapaku dan aku hanya terdiam sembari memberikan sedikit senyum palsu padamu. Tak jarang usai pertemuan itu kau langsung mengirimi ku satu pesan singkat berisi bertanya mengapa aku berubah tanpa sebab. Hai Kak, maafkan adik kecilmu ini,  aku hanya ingin mencoba melupakanmu, Kak.
Selama tak ada dirinya, ada Shinta yang menemani hari-hariku, kadang kita bertemu hanya untuk saling bercerita satu sama lain, tentang apapun itu. Berkirim pesan singkatpun tak henti kami lakukan. Tak jarang aku menelponnya di malam hari hanya untuk membunuh sepiku. Dia selalu ada, layaknya sahabat bagiku. Aku menganggapnya sebagai sahabat wanita terbaikku, meski kadang aku sedikit merasakan kalau dia menyukaiku, atau kadang teman-temanku memberitahuku bahwa dia mencintaiku. Namun entahlah, aku cukup nyaman dengan persahabatan ini. Belum tersirat dalam pikirku untuk lebih dari ini. Diapun tahu aku sangat menyayangi Nabila, dan Nabila merupakan teman dekatnya, karena rumah mereka berdekatan. Aku hanya ingin fokus untuk melupakan Nabila sekarang ini, tapi belum siap untuk mencari cinta yang baru.
Sekitar 1 bulan semua itu berlalu, kau sudah mulai berhenti mengirimiku pesan singkat, message Facebook¸ atau direct message Twitter. Hingga akhirnya temanku, Rita yang sama-sama satu ekstrakulikuler, Paduan Suara denganmu memberiku sepucuk surat. “Ini dari Kak Nabil, Dan” sodornya memberikanku surat. Tak selang beberapa saat, aku segera pulang kerumah tak sabar membaca surat darimu ini. Ini adalah kali pertamaku menerima surat dari perempuan. Ini unik bukan di tahun 2013 ada wanita yang mengirimiku surat?
Sembari mendengarkan lagu, kubuka surat darinya. Kebetulan sekali lagu yang terputar adalah lagu “Tahu Diri” yang dinyanyikan oleh Maudy Ayunda. Sembari serius membaca, lagu ini seakan menambah penghayatanku untuk membaca surat darinya. Akhirnya kubaca surat darinya.

Serang, 18 Maret 2013
Untuk Adikku, Dani
Assalamualaikum Wr. Wb.
Hai dan, jujur aku bingung harus bagaimana, mungkin surat ini bisa menjelaskan semuanya.
Dan, kamu kemana aja? Udah nggak pernah sms, nelpon, mention, komentarin status aku, dan kenapa Dan kalau kita ketemu kamu jadi seolah nggak kenal aku gitu?
Aku khawatir, aku nggak tenang, aku cariin kamu. Aku sampai telpon, sms, mentiom, wall Facebook, tapi ga ada satupun yang kamu tanggepin. Aku kangen kamu Dan, aku tetep butuh adik yang selalu support aku, aku khawatir takut adik yang aku sayang ini kenapa-kenapa.
Kamu kenapa? Kenapa kamu jadi berubah? Kamu udah lupa sama kakak? Kamu tahu Dan? Tiap hari aku nunggu sms kamu, nunggu kamu ngingetin aku untuk Shalat, aku nunggu kamu ngingetin makan, aku juga kangen puisi-puisi buatan kamu yang bisa bikin aku ngeluarin air mata. Apa salah aku Dan? Tolong, kamu ceritakan..
Terakhir aku denger dari teman-temanmu, katanya kamu begini karena patah hati. Kamu begini karena ingin “Move On”? Dan, jujur aku kaget dengernya. Apalagi pas denger kalau semua itu gara-gara aku. Apa ini karena pacar kakak, Dan?
Maafin aku Dan udah bikin kamu sayang sama aku, maaf aku yang mulai semua kedekatan kita ini. Jujur Dan, aku emang udah suka sama kamu sejak awal, entah karena hal apa… Kamu harus tau itu.
Tapi, aku mundur buat sayang sama kamu, karena ada Aldi, Aldi jauh lebih lama mengenal aku, dia mantan aku, Dan.. Kami balikkan karena dia terlihat sangat menyayangiku, dia sesali semua kesalahan di masalalu dan ingin kembali merajut kisah kita. Aku luluh kala itu, Dan. Aku juga masih menyimpan rasa padanya, dan aku nggak mungkin nolak dia, Dan… Aku mundur juga karena Shinta, Shinta teman dekatku yang menyayangimu, Dan. Rasanya kalau aku lebih dekat sama kamu, aku bakal nyakitin dia. Aku juga ngerasa dia lebih pantes buat kamu, Dan..
Kita nggak mungkin bersatu buat jadi sepasang kekasih, Dan. Kita harus tegar, dan coba terima kenyataan kita ini. Maafin kakak kamu ini ya, Dan.. Kakak sampai nangis nulis surat ini… Hehehe, maaf kalau kakak cengeng… Tolong kamu jangan begini lagi Dan, jangan jauhin aku gini, jangan pergi dari kakak.. Kakak tetep butuh kamu… Kakak sepi tanpa adik yang jago gombal kaya kamu. Kamu bakal jadi Adikku terus, adik yang kakak sayang… Aku mohon, kembalilah adikku sayang.
            Membaca surat ini membuatku terharu, tak dapat berkata, hingga akhirnya mata hanya berkaca-kaca. Aku tertegun, aku bingung. Ada sedikit rasa bersalah untukku, aku tega membiarkan seorang perempuan menangis… Aku ingin segera menemuinya!
            Kebetulan besok hari Minggu, segera kumanfaatkan untuk mengajaknya bertemu. Segera ku kirim pesan singkat, “Kak Nabil I really miss you, I wanna meet you tomorrow kak please!!!”. Tak lama, ponsel milikku bergetar pertanda pesan singkat masuk. “DANIIII Akhirnya kamu sms akuuu!!! Aku mau aku mau besok dimanaaaa!!!???” balasnya. Dia terlihat sangat gembira, akhirnya aku membuat jadwal pertemuan. Kita memutuskan untuk bertemu di Alun-Alun kota Serang pada jam 9 pagi.
            Sekitar puku 08.30 pagi ketika aku hendak berangkat ponselku bergetar kencang, segera kulihat; ternyata Kak Nabil menelponku. “Assalamuala’ikum, Dan kok aku sms nggak kamu balas-balas? Kita jadikan? Kakak udah sampai di Alun-Alun Dan kamu cepat kesini ya.” Ujarnya di telpon. “Waalaikumsalam kak, wah Kakak udah sampai, iya kak tunggu ya aku jalan kesana. See you kak.” Akhirku sembari menutup telpon sembari bergegas mengeluarkan motor.
            Sesampainya disana, aku melihat seorang wanita cantik yang berkerudung apik, terlihat sedang sendiri. YA! Itu kakakku! Perlahan aku mencoba menghampirinya, dan singgah didepan matanya. Aku benar-benar ada di dekatnya kini, kusapa wanita cantik ini “Kak? Maaf ya Kak bikin nunggu.” Ia langsung menatapku serius, lalu ia berdiri dan bersegera memelukku sembari berkata “Kamu jangan pergi lagi, kamu tetap adikku. Aku tetap butuh kamu untuk tempat bercerita, tetap disini ya..” Dengan lembut ia mengatakannya padaku. Aku terpaku, terdiam, terharu. Mungkin ini kali pertamanya aku dipeluk seorang wanita selain ibuku, dan dia benar-benar mendekapku dengan hangat. Dia mengakhiri peluknya, aku membalas kata-katanya “Iya kak, maafin aku ya kak, kita bakal terus jadi adik-kakak yang akur ya.”
            “Pacaran belum tentu bahagia, belum tentu selamanya, malah terkadang lebih menyakiti batin.” Aku mencoba menanamkan ini dalam hati dalam upayaku tahu diri, dan mencoba untuk menikmati keadaan.
            Aku belajar banyak dari kisahku ini, bahwa kadang kita tak bisa memaksakan kehendak dalam cinta; kita harus tahu diri. Mengenali situasi dan mengerti kondisi serta selalu berpikir positif akan membantu kita. Pada dasanya cinta tercipta untuk membahagiakan bukan? Dan cinta bukan keegoisan bukan? Mungkin merelakan berat, namun dalam cinta merelakan adalah pilihan. Sekalipun menyakitkan, sekalipun sulit. Cinta bukan alasan untuk menyakiti, dan cinta tak selalu berupa cinta pada kekasih. Karena cinta dapat menjelma menjadi wujud lainnya. MIsal dalam kisahku ini; merelakannya menjadi seorang kakak. Maka cintailah karena ingin membahagiakan, bukan karena ingin memiliki
Muhammad Shahdan

0 comments:

Post a Comment